Kupas Tuntas Tentang Kremasi Menurut Kristen Katolik

Ada banyak alasan mengapa orang Katolik memilih kremasi dan hal itu bisa diterima oleh Gereja Katolik. Misalnya, alasan higienis pada jenazah yang mempunyai penyakit menular. Alasan ekonomis karena sedikitnya lahan untuk pemakaman, misalnya di Singapore. Alasan praktis dalam kasus korban kecelakaan yang jenazahnya hancur. Atau, bisa jadi sekedar mengikuti tradisi dan kebiasaan leluhur tanpa harus menolak iman akan kebangkitan badan. Pada tahun 1963, Paus memperbolehkan kremasi  untuk umat Katolik dan sejak tahun 1966, para pastor diperbolehkan mengiringi tata cara pengabuan.

Kremasi dan Kebangkitan Badan
Dalam diskusi apakah kremasi itu tidak bertentangan dengan iman Agama Kristen, salah satu hal yang dipersoalkan adalah bagaimana mungkin orang yang dikremasi bisa turut dalam kebangkitan badan? 

Untuk menjawab keberatan ini mari kita melihat ajaran St. Paulus dalam 1 Korintus 15:44, “Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah”. Jadi, yang dibangkitkan pada akhir zaman nanti adalah tubuh rohaniah yang berbeda dengan tubuh alamiah yang dimakamkan, dikremasi, hilang di laut, ataupun dimangsa binatang liar. Bukankah tubuh alamiah yang dimakamkan pun akan terurai dengan tanah?

Bagaimanakah tubuh rohaniah itu? 
Gambaran tubuh rohaniah setelah kebangkitan bisa kita lihat pada Tubuh Yesus setelah kebangkitan, di satu pihak ada kemiripan dengan tubuh-Nya sebelum meninggal, ada lima luka di telapak tangan, lambung, dan kedua kaki. Tetapi, di lain pihak tidak sama persis dengan Tubuh-Nya saat disalibkan sehingga para murid sulit untuk langsung mengenali-Nya. Hal ini berbeda dengan kebangkitan Lazarus yang kemudian akan mati lagi.

Mungkin Anda bertanya, bagaimana mungkin tubuh yang dikremasi dan menjadi abu (sebenarnya partikel-partikel tulang) itu bisa dibangkitkan oleh Tuhan? 
Jawabannya tentu saja Tuhan jauh lebih kuasa daripada pemikiran kita. Apalagi yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Dalam Kitab Wahyu 20:13 juga disebutkan penghakiman bagi mereka yang tidak dimakamkan, “Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi masing-masing menurut perbuatannya.” Jadi, apakah jenazah kita dimakamkan ataukah dikremasi kita tetap akan dihakimi dan dibangkitkan dalam tubuh rohaniah. Jiwa kita yang abadi tidak akan hilang, melainkan menerima kebahagiaan kekal atau hukuman kekal.

Apakah di Indonesia sudah ada panduan resmi kremasi dan penyempurnaan abu jenazah?
Secara prinsip, Gereja Katolik biasa memberikan perhatian istimewa terhadap yang wafat, dan memperlakukan jenazah dengan penuh hormat. Di Indonesia, pilihan kremasi tidak dipersoalkan. Biasanya persoalan tanah makam, perawatan, dan keamanan menjadi alasan orang memilih kremasi. Panduan ritualnya diterbitkan oleh PWI-Liturgi pada 1976 dalam buku Upacara Pemakaman. Buku ini diterjemahkan dari teks resmi yang dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat.

Sayangnya, buku tersebut hilang dari peredaran. Akibatnya, banyak pihak, terutama petugas pastoral, menyusun buku pegangan sendiri. Maka, muncul beragam buku ibadat arwah. Akhirnya, Komisi Liturgi KWI menerbitkan revisi buku Upacara Pemakaman ini dengan beberapa penyesuaian. Terbitnya buku resmi Pemakaman Katolik yang berisi Upacara Kremasi, mengandaikan Gereja Indonesia mengizinkan kremasi. Urutan upacaranya sama dengan upacara pemakaman jenazah. Sebelum kremasi, jenazah didoakan dalam Misa Requiem, lalu dibawa ke krematorium.

Ada kalanya jenazah harus segera dikremasi sebelum Misa Requiem. Kasus ini dapat terjadi bila yang wafat mengidap penyakit menular, jarak makam sangat jauh, dan mahalnya biaya pengiriman jenazah. Berdasarkan alasan tersebut, Gereja mengizinkan abu jenazah dalam bejana dihadirkan dalam Misa Reqiuem sebelum dikuburkan, atau disimpan di kolumbarium. Sebenarnya setelah kremasi, tidak ada lagi ritual lain.

Bagaimana ritual pengambilan dan penempatan abu dalam bejana sampai disemayamkan?
Komisi Liturgi, baik KWI maupun keuskupan-keuskupan, dapat membuat kebijakan sendiri untuk menjawab kebutuhan umat. Biasanya hal ini diserahkan kepada kebijakan pastor paroki. Misalnya, kita bisa mengadakan doa, nyanyian disertai bacaan Kitab Suci, saat abu dimasukkan dalam bejana, dan sebelum disemayamkan.

Bagaimana cara yang tepat untuk penyempurnaan abu jenazah?
Prinsipnya, baik pemakaman maupun kremasi, jenazah atau abu jenazah harus diperlakukan dengan hormat. Hal itu termuat dalam Order of Christian Funerals yang disahkan oleh Kongregasi Ibadat pada 1989. Alasannya, tubuh adalah bait Roh Kudus yang berakar dari sakramen pembaptisan. Gereja menghormati badan yang sudah disucikan dengan air baptis. Dalam kremasi, bejana abu jenazah hendaknya terbuat dari bahan yang layak.

Selama dalam perjalanan, bejana dibawa dengan hormat sampai pada peristirahatan terakhir. Praktik menebarkan abu jenazah di laut, di gunung, di udara ataupun di tanah, dianggap tidak hormat. Abu jenazah boleh dimasukkan ke dalam laut, tetapi harus ditenggelamkan bersama bejananya.    

Bukan dengan cara ditebar. Gereja juga melarang penyimpanan abu jenazah, baik di rumah keluarga maupun teman. Alasannya, rumah bukan tempat penyimpanan abu jenazah, dan praktik itu dapat menimbulkan kesan bahwa umat Katolik memuja arwah atau ”berkomunikasi” dengan arwah. Kolumbarium atau makam adalah tempat yang dianjurkan untuk menyimpan abu jenazah, baik permanen maupun sementara, sebelum dimakamkan di tanah maupun di laut.

Dalam Peringatan Arwah 2 November, apa yang harus dilakukan?
Umat dapat pergi menabur bunga di tempat abu jenazah disemayamkan. Bagi yang memakamkan abu jenazah di laut, tentu ada kesulitan mengenali tempat persisnya abu dilarung. Namun, Gereja menyatakan, pada Peringatan Arwah, umat yang berdoa di makam atau berdoa berturut-turut dari 2 sampai 8 November, akan mendapat indulgensi penuh. Ini berarti arwah yang abunya dimakamkan di laut pun bisa mendapat indulgensi. Bila tetap pergi ke tempat penenggelaman dan menabur bunga, usaha ini dimaknai sebagai ungkapan cinta dan bakti dari keluarga. Baik jika diadakan doa sebelum menabur bunga.

Post a Comment

Previous Post Next Post