Budaya “cuci tangan” seperti Pontius Pilatus



RAGI Sabtu 16 Februari 2019  Hari Biasa  -  Pekan Biasa V : Kej. 3: 9-24; Mzm. 90: 2, 3-4, 5-6, 12-13; Mrk. 8: 1-10.

Sadarkah aku?

Ketika sedang menderita, mengalami kesusahan dan berbagai musibah serta dilanda persoalan yang silih berganti, biasanya manusia sering mempertanyakan TUHAN :  Di mana  TUHAN?  Adilkah TUHAN?  Apakah TUHAN  mendengarkan doa permohonanku? Di manakah kasih dan perhatian-NYA? Dan berbagai “litani pertanyaan”  yang intinya mau “menggugat”  TUHAN.

Manusia gampang lupa akan apa yang telah diperbuatnya. Lupa bahwa apa yang sedang dialaminya dalam hidup ini tidak lepas dari apa yang telah diputuskan dan dilakukan sebelumnya. Tidak jarang kita juga memutuskan dan melakukan banyak hal yang bertentangan dengan Kehendak TUHAN. Dengan sadar kita menjalankan dosa yang akan mendatangkan akibat yang buruk, sebagaimana yang dilakukan Hawa dan Adam  yang melanggar larangan TUHAN  untuk tidak menyentuh dan makan buah terlarang. Dan selanjutnya dalam Bacaan Pertama, dikisahkan bahwa mereka merasa malu karena sadar bahwa dirinya telanjang  dan takut sekali pada TUHAN,  setelah memakan buah terlarang itu. Maka mereka bersembunyi dari TUHAN.  Dan sudah menjadi kecenderungan sifat manusia berdosa untuk  tidak mau mengakui kesalahannya secara terus terang. Adam ketika ditanya ALLAH, apakah ia sudah memakan buah terlarang itu. Dia bukannya menjawab “Ya TUHAN” ,  tetapi justru menuding isterinya : “Perempuan yang KAU-tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan” (Kej. 3: 12). Dan ketika ALLAH  menanyakan hal yang sama kepada Hawa, dijawab : “Ular itu yang memperdayakan aku, maka aku makan (ayat 13b).

Budaya “cuci tangan”  seperti Pontius Pilatus dan budaya “menuding kiri dan kanan”  semua ini mau menyatakan bahwa  “diriku ini tidak salah;  yang salah orang lain!”. Nampaknya kebiasaan ini masih saja diteruskan dan dianut oleh sementara kita sampai sekarang! Benarkah demikian? Kalau benar,  adilkah TUHAN  “digugat”  karena penderitaan yang ditanggung akibat dosa dan kesalahan sendiri?
Akibat dosa itu, mereka diusir dari Taman Eden. Adam harus bersusah payah  bekerja keras untuk mencari rezeki. Sementara Hawa akan menderita kesakitan ketika melahirkan

Meskipun manusia protes karena merasa  “tidak adil”,  namun TUHAN tetap peduli kepada keselamatan mereka. Walaupun manusia sudah  “menggugat”  dan “menyalahkan TUHAN” , namun TUHAN tetap menaruh belas kasihan kepada mereka.  Kepedulian dan  bela rasa  ALLAH kepada manusia yang berdosa ini tetap tidak berubah. DIA tetap berbelas kasih, dan besarnya kesalahan ataupun dosa kita tidak  sebanding dengan  cinta kasih-NYA yang tiada batas kepada mamusia.

Dalam perikop Injil hari ini  dikisahkan bahwa orang banyak sekali yang mengikuti YESUS dan mereka tidak mempunyai makanan. DIA  memanggil para murid dan berkata : “Hati-KU  tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti AKU dan mereka tidak mempunyai makanan. Dan jika mereka KU-suruh pulang ke rumahnya dengan lapar, mereka akan rebah di jalan, sebab ada yang datang dari jauh” (Mrk. 8: 2-3). YESUS tidak melemparkan tanggung jawab kepada pihak mana pun. DIA  tidak mencari kesalahan tentang siapa yang harus bertanggung jawab atas ribuan orang itu. Justru Hati-NYA tergerak oleh belas kasihan, merasa  “trenyuh”  dan mengajak para murid untuk cari solusi.  Tujuh roti dan beberapa ikan yang ada dikumpulkan; YESUS  mengucapkan syukur, memecah-mecahkan roti dan  membagikannya kepada para murid-NYA untuk dibagikan kepada mereka. Tindakan  sama juga dilakukan-NYA terhadap beberapa ikan itu. Kira-kira  4.000 orang  makan sampai kenyang, sisa potongan roti dikumpulkan dan ternyata ada  tujuh bakul!

Dalam mukjizat ini telah terjadi kelimpahan berkat ALLAH  yang dibagi-bagikan kepada orang lain, khususnya yang sangat membutuhkannya. Kemurahan dan kepekaan hati  serta kepedulian telah membuahkan berkat yang melimpah. Kita pun diajak untuk mengalirkan cinta kasih ALLAH yang berlimpah kepada siapa saja, terutama yang menderita dan berkekurangan. Sebab, kita pun ikut bertanggung jawab atas nasib mereka yang membutuhkan Kasih-NYA  itu.  -   Sanggupkah kita? 

ALLAH BAPA Yang Maharahim, kelemahan dan dosaku mengakibatkan kesusahan dalam hidupku. Kini aku berserah diri total kepada-MU : jiwa dan ragaku, segala kemampuan dan kelemahanku. Penuhilah aku dengan berkat-MU. Amin.


Selamat pagi. Selamat mengisi akhir pekan. AMDG. Berkat TUHAN.

Post a Comment

Previous Post Next Post