Aliran ini mempunyai pasukan dakwah yang dinamakan Korps Penyebar Sapto Darmo, yang dalam dakwahnya sering dipimpin oleh ketuanya sendiri (Sri Pawenang) yang bergelar Juru Bicara Tuntunan Agung.
Secara umum kejawen (kebatinan) banyak bersumber dari ajaran nenek moyang bangsa Jawa yaitu animisme dan dinamisme,2 yang diwariskan secara turun temurun sehingga tidak dapat diketahui asal-muasalnya.
I. Ajaran pokok Sapto Darmo
Tujuh Kewajiban Suci (Sapto Darmo)
Penganut Sapto Darmo meyakini bahwa manusia hanya memiliki 7 kewajiban atau disebut juga 7 Wewarah Suci, yaitu:
- Setia dan tawakkal kepada Pancasila Allah (Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Kuasa, dan Maha Kekal).
- Jujur dan suci hati menjalankan undang-undang negara.
- Turut menyingsingkan lengan baju menegakkan nusa dan bangsa.
- Menolong siapa saja tanpa pamrih, melainkan atas dasar cinta kasih.
- Berani hidup atas kepercayaan penuh pada kekuatan diri-sendiri.
- Hidup dalam bermasyarakat dengan susila dan disertai halusnya budi pekerti.
- Yakin bahwa dunia ini tidak abadi, melainkan berubah-ubah (angkoro manggilingan).
Menurut Sapto Darmo, manusia harus memiliki 5 (lima) sifat dasar yaitu:
- Berbudi luhur terhadap sesama umat lain.
- Belas kasih (welas asih) terhadap sesama umat yang lain.
- Berperasaan dan bertindak adil.
- Sadar bahwa manusia dalam kekuasaan (purba wasesa) Allah.
- Sadar bahwa hanya rohani manusia yang berasal dari Nur Yang Maha Kuasa yang bersifat abadi.
Kitab suci penganut Sapto Darmo adalah yang diusahakan oleh Bopo Panuntun Gutama, yang tidak lain adalah pendirinya itu sendiri, Hardjosapuro. Menurut pandangan mereka, kitab ini berasal dari kumpulan 'wahyu' dari Tuhan yang memiliki sifat Pancasila Allah.
Kitab Suci penganut Sapto Darmo sebagaimana disebutkan di muka adalah yang diusahakan oleh Bopo Panuntun Gutama, yaitu Hardjosapuro. Menurut pandangan mereka, kitab suci mereka itu berasal dari 'wahyu' yang berasal dari Tuhan yang memiliki sifat Pancasila Allah.
IV. Konsep tentang Alam
Konsep alam dalam pandangan Sapto Darmo adalah meliputi 3 alam:
- Alam Wajar yaitu alam dunia sekarang ini.
- Alam Abadi yaitu alam langgeng atau alam kasuwargan. Dalam terminologi Agama Islammaknanya mendekati alam akhirat.
- Alam Halus yaitu alam tempat roh-roh yang gentayangan (berkeliaran) karena tidak sanggup langsung menuju alam keswargaan. Roh-roh tersebut berasal dari manusia yang selama hidup di dunia banyak berdosa.
V. Konsep Peribadatan Sapto Darmo
Konsep ibadah dalam Sapto Darmo tercermin pada ajaran mereka tentang “Sujud Dasar”. Sujud Dasar terdiri dari tiga kali sujud menghadap ke Timur. Sikap duduk dengan kepala ditundukkan sampai ke tanah, mengikuti gerak naik sperma yakni dari tulang tungging ke ubun-ubun melalui tulang belakang, kemudian turun kembali. Amalan seperti itu dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam sehari semalam, pengikut Sapto Darmo diwajibkan melakukan Sujud Dasar sebanyak 1 kali, sedang selebihnya dinilai sebagai keutamaan.
Konsep peribadatan Sapto Darmo tercermin dalam ajaran 'Sujud Dasar' yang pengikutnya diwajibkan satu kali dalam sehari semalam. Dari konsep ini diketahui bahwa Sapto Darmo tidak semata-mata berupa ajaran moral atau etika, tetapi aliran ini disamping memiliki sistem aqidah; juga memiliki sistem ibadah tersendiri yang semuanya bertentangan dengan ajaran Agama Islam. Oleh karena itu tidak perlu kaget kalau mendengar penganut aliran ini menolak untuk melaksanakan shalat karena memang mereka mempunyai sistem ibadah (shalat) tersendiri.
VI. Menyatu dengan Tuhan
Sebagai hasil dari amalan Sujud Dasar, mereka meyakini dapat menyatu dengan Tuhan dan dapat menerima wahyu tentang hal-hal ghaib. Mereka juga meyakini, orang yang sudah menyatu dengan Tuhan bisa memiliki kekuatan besar (dahsyat) yang disebut sebagai atom berjiwa, akal menjadi cerdas, dan dapat menyembuhkan atau mengobati penyakit.
Ajaran ini secara prinsip sama dengan ajaran hulul yang banyak dikembangkan oleh orang-orang rusak dari kalangan tasawuf seperti al-Hallaj. Bedanya, kalau kalangan tasawuf menganggap kondisi bersekutunya Tuhan dengan manusia merupakan buah dari dzikir yang mencapai klimaks, sedangkan menurut Sapto Darmo kondisi itu merupakan buah dari keberhasilan Sujud Dasar.
VII. Hening
Hening adalah salah satu ajaran Sapto Darmo yang dilakukan dengan cara menenangkan semua fikiran seraya mengucapkan, Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rahim, Allah Hyang Maha Adil. Orang yang berhasil dalam melakukan hening akan dapat melakukan hal-hal yang luar biasa, antara lain;
- dapat melihat dan mengetahui keluarga yang tempatnya jauh,
- dapat melihat arwah leluhur yang sudah meninggal,
- dapat mendeteksi suatu perbuatan, jadi dikerjakan atau tidak,
- dapat mengirim atau menerima telegram rasa,
- dapat melihat tempat yang angker untuk dihilangkan keangkerannya,
- dapat menerima wahyu atau berita ghaib.
Racut adalah ajaran dan praktek dalam Sapto Darmo yang intinya adalah usaha untuk memisahkan rasa, fikiran, atau ruh dari jasad tubuhnya untuk menghadap Allah, kemudian setelah tujuan yang diinginkan selesai lalu kembali ke tubuh asalnya.
Caranya yaitu setelah melakukan sujud dasar, kemudian membungkukkan badan dan tidur membujur Timur-Barat dengan kepala di bagian timur, posisi tangan dalam keadaan bersedekap di atas dada (sedekap saluku tunggal) dan harus mengosongkan pikiran. Kondisi tubuh di mana akal dan fikirannya kosong sementara ruh berjalan-jalan itulah yang dituju dalam racut, atau disebut juga kondisi mati sajroning urip.
Ajaran racut sebagaimana diajarkan oleh Sapto Darmo tidak dikenal dalam Agama Islam. Terpisahnya ruh dari jasad hanya ada pada saat manusia meninggal dunia. Karena persoalan ruh adalah persoalan ghaib, maka manusia tidak akan dapat mengetahuinya kecuali Allah dan orang-orang yang diberitahu oleh Allah lewat wahyu; itupun hanya sedikit.
IX. Simbol-Simbol
Ajaran Sapto Darmo juga banyak menggunakan simbol-simbol. Ada empat simbol pokok dalam Sapto Darmo, yaitu:
- gambar segi empat, yang menggambarkan manusia seutuhnya,
- warna dasar pada gambar segi empat, yaitu hijau muda yang melambangkan sinar cahaya Allah,
- empat sabuk lingkaran dengan warna yang berbeda-beda, hitam melambangkan nafsu lauwamah, merah melambangkan nafsu ammarah, kuning melambangkan nafsu sauwiyah, dan putih melambangkan nafsu muthmainnah;
- Vignette Semar (gambar arsir Semar) melambangkan budi luhur.
Dikutip dari berbagai sumber literatur dan hasil diskusi.
Post a Comment